Dalil dari As Sunnah
Begitu pula dalam berbagai hadist, telah datang banyak dalil-dalil yang mendorong untuk shalat di waktu malam, mendorong untuk tahajud, dan menyebutkan keadaan orang-orang yang bertahajud. Dalil-dalil ini menjadi tambahan atas apa yang Allah sebutkan pada ayat-ayat mulia sebelumnya. Telah datang suatu hadist dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika pertama kali beliau datang di Madinah, ‘Abdullah bin Salam mendengar beliau, dan yang pertama kali dia dengar dari beliau adalah sabdanya,
ايها الناس أفشوا السلام, وأطعموا الطعام, وصلوا الأرحام, وصلوا بالليل و الناس نيام..تدخلوا الجنة بسلام
“Wahai mausia, tebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambunglah hubungan kekerabatan, dan shalatlah di waktu manusia tertidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Yakni, shalat yang kamu lakukan ketika orang-orang di sekitarmu tertidur dan menempati tempat tidur mereka, sedangkan kamu bangun untuk shalat, maka itu adalah amalan yang paling mulia. Dimana engkau memiliki kelebihan dengan amal ini dari orang lain yang di sekitarmu. Begitu pula telang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,
مَنْ قَامَ بِعَشْرِ آيَاتٍ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الغَافِلِينَ، وَمَنْ قَامَ بِمِائَةِ آيَةٍ كُتِبَ مِنَ القَانِتِينَ، وَمَنْ قَامَ بِأَلْفِ آيَةٍ كُتِبَ مِنَ المُقَنْطِرِينَ
“Barangsiapa berdiri shalat dengan sepuluh ayat, dia tidak akan dicatat sebagai orang yang lalai. Barang siapa berdiri shalat dengan seratus ayat, dia dicatat sebagai orang yang banyak melakukan ketaatan. Barang siapa yang berdiri shalat dengan seribu ayat, dia dicatat sebagai orang yang memiliki banyak harta” (HR. Abu Dawud)
Dan ini adalah kebaikan yang melimpah, yang bisa diperoleh hanya dengan engkau melakukan shalat malam. Jika engkau hanya membaca sepuluh ayat saja dari Al Qur’an di dalam shalat malam maka engkau tidak akan dicatat sebagai orang yang lalai. Karena orang yang lalai, mereka adalah orang yang terhalang dari karunia Allah, dan terhalang melaksanakan ibadah ini. Telah datang juga dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,
رحم الله رجلا قام من الليل, وأيقض امرأته, فإن أبت نضح في وجهها الماء. رحم الله امرأة قامت من الليل, وأيقضت زوجها, فإن أبى نضحت في وجهه الماء
“Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun di waktu malam lalu membangunkan istrinya. Jika Si Istri enggan, dia pun memercikkan air ke wajahnya. Semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun di waktu malam lalu membangunkan suaminya, jika Si Suami enggan, dia pun memercikkan air ke wajahnya.” (HR. Abu Dawud, An Nasaa-i)
Yakni, untuk membangkitkan semangatnya, karena terkadang dia merasa berat karena tidurnya. Jika dipercikkan air ke wajahnya, akan hilang rasa kantuknya, dan hilanglah rasa malasnya sehingga dia akan bangun dengan penuh semangat dengan izin Allah. Ini adalah karunia dari Allah, bahwa seseorang berhak mendapatkan rahmat jika membangunkan istrinya atau membangunkan suaminya.
Maka keduanya termasuk kedalam golongan orang-orang yang Allah puji dalam firman-Nya,
والقانتين والقانتات والصادقين والصادقات
“Laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar.” (QS. Al Ahzab : 35)
Sampai pada firman-Nya,
أعد الله لهم مغفرة وأجرا عظيما
“Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al Ahzab : 35)
Maka kita katakan, tidak ragu lagi bahwa dalil-dalil yang sangat jelas ini menunjukkan bahwa bangun malam dan shalat malam adalah ibadah dan amal yang utama dan mulia.
Semangat salaf dalam Qiyamul lail
Sebagian salaf -semoga Allah merahmati mereka- berkata, “Jika engkau tidak mampu melakukan shalat malam, maka ketahuilah bahwa engkau adalah seorang yang terhalang (dari kebaikan-ed). Engkau telah diikat oleh kesalahanmu.”
Yang lain berkata ketika mereka bertanya kepada Al Hasan -semoga Allah merahmatinya-, “Kenapa kami tidak mampu untuk bangun malam?”, Dia berkata, ”Kalian telah diikat oleh kesalahan-kesalahan kalian.”
Maksudnya, orang-orang yang tidak mampu bangun malam, sebabnya adalah karena dosa-dosa mereka telah menumpuk sehingga mereka merasa berat untuk shalat malam.
Dan tidak ragu lagi mereka (para salaf-ed) menganggap shalat malam lebih utama dari shalat di waktu siang, dan ia adalah amalan tathawwu’ (sunnah) yang utama. Dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ، بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ، بَعْدَ الْفَرِيضَةِ، صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah (puasa) pada bulan Allah Al Muharram. Dan shalat paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam (tahajjud)” (HR. Muslim)
Sebagian ulama ada yang meyakini shalat malam sebagai salah satu sebab rezeki, dan sebab kelapangan. Dan hal itu tidak lain karena ibadah yang dilakukan di waktu malam ini, dilakukan dengan mengkhususkan waktu, dengan konsentrasi, bertambah kekhusukkan dan ketundukan, serta hati dan lisan saling berkomunikasi. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS. Al Muzammil : 6)
Berdasarkan uraian diatas dapat kita garis bawahi bahwa waktu malam adalah waktu paling mulia, waktu dimana Allah turun ke langit dunia. Hendaknya waktu ini menjadi waktu yang paling optimal untuk seorang muslim ber-tahajjud padanya, dan hendaknya pada waktu itu dia dalam keadaan terjaga dan penuh perhatian.
Adapun pada masa-masa ini, ketika banyak orang yang diuji dengan begadang di awal waktu, dimana mereka terus terjaga sampai pertengahan malam, dan terkadang sampai akhir malam, untuk apa mereka begadang?. Terkadang hanya untuk bernyanyi dan bermusik, menonton film-film dan gambar-gambar yang menggoda, atau mungkin untuk bersenda gurau, melupakan segala hal, menebar isu, dan membicarakan perkara yang tidak penting. Akhirnya mereka pun menghabiskan sebagian malamnya dalam keadaan seperti ini, sehingga ketika datang akhir waktu malam, mereka dalam keadaan malas, dan kebanyakan mereka tidak tidur kecuali pada jam satu atau jam dua, lalu kapan mereka bangun? Mereka tidak hanya kehilangan shalat malam bahkan mereka kehilangan shalat shubuh!
Maka kita saling menasihati wahai saudara-saudaraku, agar kita tidur di awal waktu. Sehingga kita bisa bangun di akhir waktu malam, meski hanya satu jam atau setengah jam sebelum fajar, untuk shalat semampu kita. Kita sampaikan hal ini karena kita adalah orang yang banyak kekurangan, lalai dan suka bermalas-malasan. Kita memohon ampunan dan keselamatan kepada Allah.
Ditulis oleh :
Anan Nugroho, S.T.
Alumni Ma’had Al ‘Ilmi tahun ajaran 1433/1434
Artikel ini disusun untuk menyelesaikan tugas akhir Ma’had Al ‘Ilmli TA 1433/1434
Referensi :
Al Qur’an, Majalah Nikah Sakinah, Ceramah Syaikh Jibrin