Pertanyaan : Saya mendengar hukum yang berkaitan dengan bolehnya seorang laki-laki berbicara dengan wanita (yang bukan mahrom) pada keadaan berikut, apakah hal itu benar? Keadaan yang dimaksud adalah : menanyakan tentang keadaan keluarga si wanita, masalah kesehatan, jual beli, berkenalan ketika akan menikah, dan mendakwahinya kepada Islam, maka apakah hal ini benar dan apa dalilnya?
Jawaban : Segala puji bagi Allah. Syarat-syarat syar’i untuk berbicara dengan wanita asing (bukan mahrom) disebutkan dalam firman Allah,
وِإذا سألتموهنّ متاعا فاسألوهنّ من وراء حجاب ذلكم أطهر لقلوبكم وقلوبهنّ
“Apabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka..” (QS. Al Ahzab : 53).
Dan demikian juga pada firman Allah,
فلا تخضعن بالقول فيطمع الذي في قلبه مرض وقلن قولاَ معروفا
“Maka janganlah kamu melemah-lembutkan suara dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik” (QS. Al Ahzab : 32).
Ibnu Katsir mengatakan tentang tafsir ayat ini, “Maksudnya : Janganlah kamu melembutkan suara. Allah memerintahkan mereka (istri-istri Nabi) agar perkataan mereka jelas dan pembicaraan mereka rinci, (maksudnya adalah hendaknya perkataan mereka serius, ringkas, dan tidak ada basa-basi). Dan tidak boleh berbicara dengan sesuatu yang dapat membangkitkan nafsu dengan sebab melembutkan suara sebagaimana keadaan wanita arab ketika berbicara dengan laki-laki dengan memerdukan suaranya dan melemah-lembutkannya, seperti gaya bicaranya para wanita penggoda dan para pelacur. Maka Allah melarang mereka dari perbuatan semacam ini.
Firman Allah (yang artinya), “Sehingga bangkit nafsu orang yang dalam hatinya ada penyakit…” maksudnya adalah dia berkeinginan melakukan perbuatan-perbuatan keji, yakni perbuatan fasiq (zina) dan asusila.
Firman Allah (yang artinya), “Perkataan yang baik“, maksudnya adalah kebenaran, sesuatu yang tidak diingkari syariat dan jiwa manusia. Disunnahkan bagi wanita apabila dia berbicara dengan laki-laki asing, begitu pula mahram-nya karena hubungan perkawinan, untuk berbicara tegas tapi tidak sampai memaki. Karena sesungguhnya wanita diperintahkan untuk merendahkan suara”. Selesai perkataan Ibnu Katsir rahimahullah.
Berbicara dengan wanita asing hendaknya dilakukan ketika ada keperluan saja seperti meminta fatwa, dalam perkara jual-beli, atau bertanya tentang pemilik rumah, dan yang semisalnya. Dan hendaknya ringkas padat tanpa ada godaan baik pada topiknya maupun caranya.
Adapun membatasi laki-laki hanya boleh berbicara dengan wanita asing pada lima keadaan yang ditanyakan dalam soal, maka kesimpulan ini perlu ditinjau lagi, karena lima hal tersebut hanyalah contoh dan bukan untuk pembatasan, disamping tetap harus konsekuen dengan syarat-syarat syar’i ketika berbicara dengan wanita asing sampaipun pada perkara-perkara yang memang ada hajat didalamnya, seperti dakwah, meminta fatwa, jual beli dan selainnya.
Wallahu Ta’ala a’lam.
Dijawab oleh Syaikh Muhammad Sholih Al Munajjid
Sumber : http://ar.islamway.net/fatwa/3437
Diterjemahkan oleh :
Ummu Abdirrahman
Santri Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta tahun ajaran 1434/1435
Muroja’ah : Ustadz Amrullah Akadhinta, S.T.