Hak ketiga: Engkau menjauhi sifat su-uzh zhan (buruk sangka) terhadap saudaramu.
Sebab, buruk sangka terhadapnya berseberangan dengan konsekuensi dari ukhuwwah. Konsekuensi dari ukhuwwah adalah adanya kejujuran, kebaikan, dan ketaatan di antara dua orang yang bersaudara. Hal ini merupakan hukum asal dari seorang muslim.
Hukum asal seorang muslim adalah seorang yang taat kepada Allah. Jika muslim tersebut termasuk sahabat karibmu, maka ia memiliki dua hak; hak umum dan hak khusus, yaitu engkau jauhi sifat su-uzh zhan terhadapnya dan engkau menjaga dirimu dari buruk sangka, karena Allah melarang buruk sangka. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa” (QS. Al Hujuraat : 12)
Para ulama berkata dalam menafsirkan firman Allah ini, bahwa prasangka ada yang tercela dan ada prasangka yang terpuji. Manakah prasangka yang terpuji? Yaitu prasangka yang termasuk bagian dari tanda-tanda dan indikasi-indikasi yang ada pada para hakim, para pendamai, dan pemilik kebaikan yang hendak menasihati atau hendak menegakkan tanda-tanda dan indikasi-indikasi tersebut di depan hakim.
Seorang hakim menegakkan hujjah dan menuntut adanya bayyinah (bukti). Banyak hujjah dan bukti yang dibangun di atas prasangka (dugaan), namun pada kondisi seperti ini wajib diambil dan digunakan sebagai hujjah.
Adapun menjauhi kebanyakan prasangka, yaitu prasangka buruk terhadap saudaramu sesama muslim. Engkau berprasangka jelek terhadap saudaramu. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالظَّن
“Hati-hatilah kalian terhadap prasangka” (Muttafaqun ‘alaih)
Prasangka dalam hadits ini sifatnya umum, mencakup perkataan maupun perbuatan saudaramu. Lebih lanjut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
“Karena sesungguhnya prasangka adalah berita yang paling dusta” (Muttafaqun ‘alaih)
Karena itu, prasangka buruk merupakan dosa bagi pelakunya. Dia berdosa karena telah menyelisihi hukum asal seorang muslim yaitu seorang yang taat kepada Allah. Imam Ahmad telah meriwayatkan dalam Az Zuhd, dan diriwayatkan juga oleh selainnya, bahwa ‘Umar pernah memberikan nasihat, “Janganlah sekali-kali engkau menyangka dengan prasangka yang buruk terhadap sebuah kalimat yang keluar dari (mulut) saudaramu, padahal kalimat tersebut masih bisa engkau bawakan pada (makna) yang baik.”
Perhatikanlah, ‘Umar melarang prasangka buruk terhadap perkataan, selama masih bisa dibawakan pada makna yang benar, masih mengandung makna yang baik. Maka janganlah engkau berprasangka buruk terhadap saudaramu, karena pada asalnya ia tidaklah berkata kecuali (menginginkan) kebaikan, dan ia tidak (ingin) mengucapkan kebatilan. Jika perkataannya masih mengandung makna yang baik maka bawalah perkataan tersebut pada makna yang baik, sehingga selamatlah saudaramu dari kritikan, selamatlah ia dari prasangka buruk, selamatlah engkau dari dosa, dan dan selamatlah ia dari diikuti serta dicontoh kesalahannya.
Oleh karena itu berkata Ibnul Mubarak, saorang imam dan mujahid yang masyhur, “Seorang mukmin adalah orang yang mencari udzur-udzur (bagi saudaranya)”.
Maksudnya, ia mencari udzur (bagi saudaranya). Sebab, kemungkinan-kemungkinan yang ada itu banyak jumlahnya. Maka syaitan datang kepada seorang muslim dan menentukan salah satu kemungkinan dari kemungkinan-kemungkinan tersebut. Syaitan datang lalu menentukan makna perkataan –yang diucapkan oleh saudaranya- dengan satu makna (yang buruk), sehingga menimbulkan permusuhan dan kebencian. Allah berfirman,
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamar (arak) dan berjudi itu, dan menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al Maa-idah : 91)
Syaitan menentukan bagimu bahwa tafsir dari kondisi ini hanyalah begini, bahwa tafsir dari perkataan ini hanyalah begitu (tidak ada tafsiran atau kemungkinan lain yang baik), sehingga engkau berprasangka buruk, maka engkau pun berdosa. Akibatnya, muncul antara engkau dan saudaramu jurang pemisah serta tidak adanya kecocokan.
Bersambung, insya Allah…
Ditulis oleh :
Gani Asmoro
Santri Ma’had Al ‘Ilmi tahun ajaran 1434/1435