Hak kelima : Maafkanlah saudara kita yang bersalah
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الخَطَّائِينَ التَّوَّابُون
“Masing-masing kalian pasti bersalah dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.” (HR. At Tirmidzi (2499), dan beliau berkata, “Hadits gharib” serta Ibnu Majah (4251))
Karena itu, termasuk hak-hak persaudaraan adalah engkau maafkan kesalahan saudaramu. Kesalahan itu ada dua macam: kesalahan dalam masalah agama dan kesalahan yang menyangkut hakmu. Atau dengan kata lain, kesalahan yang berkaitan dengan hak Allah dan kesalahan yang berkaitan dengan hakmu.
Jika kesalahan menyangkut masalah agama, apabila saudaramu meninggalkan suatu kewajiban dan bermaksiat maka bentuk maafnya adalah engkau tidak menyiarkan dan membeberkannya. Engkau berusaha untuk meluruskannya karena kecintaanmu kepadanya hanya karena Allah. Dan jika semata-mata karena Allah, maka hendaknya engkau menegakkan saudaramu di atas syari’at dan peribadahan kepada Allah. Ini merupakan konsekuensi cinta karena Allah.
Menjadi kewajibanmu untuk berusaha meluruskannya. Jika nasihat bisa meluruskannya maka nasihatilah. Jika yang meluruskannya adalah hajr (memutuskan hubungan) maka hajr-lah dia. Hajr ada dua macam: hajr ta’dib (untuk mendidik) dan hajr ‘uqubah (sebagai hukuman). Ada hajr untuk kemaslahatanmu dan ada hajr untuk kemaslahatan orang banyak.
Selanjutnya, jika kesalahan tersebut menyangkut hakmu, maka hak ukhuwwah yang pertama adalah jangan engkau besar-besarkan kesalahan tersebut. Lalu datanglah syaitan. Ia hembuskan di hati, ia ulang-ulangi perkataan (saudaranya yang salah), ia ulang-ulangi tindakan (saudaranya yang keliru), sehingga ia pun merasa bahwa kesalahan tersebut sangat besar, kemudian terputuslah tali cinta dan tali persaudaraan yang sebelumnya terjalin. Hubungan itu akhirnya terputus hanya karena dunia, bukan karena Allah.
Hak keenam: Bergembiralah dengan karunia Allah padanya
Barangsiapa yang tidak gembira dengan karunia yang Allah berikan kepada saudaranya, maka mungkin ia tidak hanya sekedar tidak turut gembira, bisa jadi hal itu diiringi dengan hasad. Ini merupakan perusak persaudaraan. Sesungguhnya engkau terkadang bisa melihat bahwa seseorang jika melihat saudaranya mendapatkan kenikmatan atau ia melihat saudaranya mendapatkan kebaikan, karunia, dan kenikmatan khusus dari Allah yang dengannya dia menjadi istimewa di kalangan orang-orang yang ada di sekitarnya atau menjadi istimewa di antara para sahabatnya, maka orang ini pun mengakui kenikmatan yang ada pada saudaranya, (namun dia berkata), “Kenapa ia diberikan kenikmatan yang khusus ini?” Atau dia memandang bahwa saudaranya tersebut tidak berhak mendapatkan semua itu, atau yang semisalnya. Ini merupakan perusak tali persaudaraan.
Wajib atasmu untuk terbebaskan dari kedengkian (hasad) dan gembira demi saudaramu. Engkau menginginkan kebaikan baginya sebagaimana engkau menginginkannya untuk dirimu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيه مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga dia menyukai (menginginkan) bagi saudaranya, kebaikan yang dia sukai bagi dirinya sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksudnya adalah segala macam bentuk kebaikan, sebagaimana dijelaskan pada riwayat yang lain; yaitu perkara-perkara kebaikan secara umum. Karena itu, inginkanlah kebaikan bagi saudaramu sebagiamana kau menginginkannya untuk dirimu. Janganlah engkau hasad kepada seorang pun dalam perkara apa saja dari karunia yang Allah berikan kepadanya.
Muraja’ah ceramah dari Syaikh Shalih bin ‘Abdil ‘Aziz Ali Syaikh hafizhahullah, Menteri Agama Kerajaan Arab Saudi , diterjemahkan oleh : Ustadz Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja
Ditulis oleh :
Gani Asmoro
Santri Ma’had Al ‘Ilmi tahun ajaran 1434/1435