Kaidah : Semua Nama Allah Itu Husnaa

Bismillaahirrohmanirrohiim.

Allohumma sholli wasallim ‘alaa nabiyyina muhammad wa ‘alaa alii muhammad.

Qowaa’idu fii asmaa-illaah ta’alaa

Kaidah dalam memahami nama-nama Allaah Ta’ala.

Di dalam kaidah ini, ada 7 poin/kaidah.

Kaidah pertama :

“Nama-nama Allaah Ta’ala semuanya adalah husna (paling baik).”

Dalilnya, yakni Quran Surat Al-A’raaf ayat 180

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang melakukan penyimpangan terhadap nama-nama-Nya. Kelak mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”

Dalil-dalil lainnya, yakni

Quran Surat Al-Hasyr ayat 24 :

هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Quran Surat Thoha ayat 8 :

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ

“Dialah Allah, tidak ada Dzat yang berhak disembah melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik)”

Quran Surat Al-Isra’ ayat 110 :

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا

Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu“”

Timbul pertanyaan,

Dari segi mana nama-nama Allaah Ta’ala menunjukkan ‘husna’?

Jawabannya :

Nama-nama Allaah Ta’ala menunjukkan “husna” atau yang paling baik, karena menunjukkan kepada Dzat yang Paling Baik, Paling Agung dan Paling Mulia, yakni Allaah Subhanahu Wa Ta’ala.

Husna dari nama-nama Allaah Ta’ala sangat tinggi puncaknya,tetapi puncaknya ini tidak sama dengan puncaknya gunung yang memiliki batasan. Puncaknya ini puncak yang tidak terbatas, tidak ada batasan akan ke-husna-an nama-nama Allaah Ta’ala.

Husna maknanya adalah indah yang keindahnya mencapai puncak yang maha indah sebagaimana yang tertera di Quran Surat Al-A’raaf ayat 180.

Dan demikian karena nama-nama Allaah mengandung sifat yang sempurna, tidak ada sedikit pun kekurangan dari berbagai segi, dan juga tidak mempunyai kemungkinan adanya kekurangan ataupun perkiraan adanya kekurangan (laa ihtimaalaan walaa taqdiiraan).

Adapun penjelasan laa ihtimaalaan walaa taqdiiraan dapat dipahami dari pembagian atau jenis-jenis lafazh/sifat :

1. Lafazh/sifat yang menunjukkan pada makna yang naqis secara muthlaq, tidak ada kamal (kesempurnaan) di dalamnya dari sisi manapun.

Mengenai sifat seperti ini, bolehkah ini menjadi nama dan sifat bagi Allaah Ta’alaa?

Jawabannya tentu saja tidak boleh dan tidak bisa. Karena seperti kaidah yang pertama dalam pembahasan ini diterangkan bahwa nama-nama Allaah Ta’ala adalah nama-nama yang husna.

Contoh dari sifat dari jenis ini adalah

Al-Maut (mati), Al-Ajz (lemah), dan Al-Jahl (bodoh)

2. Lafazh/sifat yang mengandung kemungkinan (yahtamilu) memiliki 2 sisi/makna. Satu sisi lafazh tersebut menunjukkan pada makna yang naqis, dan pada sisi lainnya menunjukkan makna yang kamal (sempurna).

Contoh sifat dari jenis ini adalah

Al-Makr yang artinya tipu daya.

Al-Khida’u yang artinya sama dengan Al-Makr = tipu daya, begitu juga dengan Al-Kaidu

Istihza’u yang artinya olok-olok.

Contohnya pada Quran Surat Al-Anfaal ayat 30 :

وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ ۚ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ ۖ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ

Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.

Apakah sifat-sifat di atas bisa digunakan sebagai nama-nama Allaah Ta’ala?

Jawabannya tidak bisa, karena seperti yang dituliskan oleh Syaikh Utsaimin di penjelasan kaidah pertama di atas bahwa,

nama-nama Allaah mengandung sifat yang sempurna, tidak ada sedikit pun kekurangan dari berbagai segi, dan juga tidak mempunyai kemungkinan ataupun perkiraan (laa ihtimaalaan walaa taqdiiraan)”

Sedangkan di jenis kedua ini, sifat-sifat tersebut memiliki 2 sisi, ada sisi/makna yang naqis dan ada yang kamal.

Kapan sifat ini menjadi kamal dan kapan menjadi naqis?

Sifat-sifat seperti pembuat makar (al-makru) menjadi sempurna untuk membalas tipu daya yang dibuat oleh orang-orang kafir, sebagaimana yang dijelaskan dalam Quran Surat Al-Anfaal ayat 30 di atas. Pada saat membalas orang-orang yang melakukan tipu daya ini menunjukkan yang membalas tidak lemah.

Hal ini menunjukkan kesempurnaan sifat Allah, bahwa Allah mamapu membalas perbuatan  orang-orang kafir sesuai dengan perbuatan mereka sendiri. Agar terbukti oleh mereka bahwa Allah Mahasempurna dalam segala sifat-Nya.

Maka ketika sifat tersebut menunjukkan kesempurnaan, maka sifat tersebut ditetapkan untuk Allah. Adapun ketika maknanya menunjukkan adanya kekurangan/naqish maka sifat tersebut dinafikan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Oleh sebab itu, sifat-sifat yang seperti ini tidak Allah nisbahkan kepada-Nya kecuali hanya setelah menyebutkan sikap orang-orang kafir sebagai balasan atas perbuatan mereka.

3. Lafazh/sifat yang mengandung kamal/kesempurnaan secara muthlaq, tidak ada naqisnya (dalam redaksinya), tapi menurut perkiraan pikiran/akal kita, ada naqisnya.

Seperti :

Al-Irodah (Kehendak), ini merupakan salah satu sifat Allaah Ta’ala,tetapi bukan merupakan nama Allaah Ta’ala (Muriid/Maha Berkehendak)

Dalam persepsi kita, orang yang berkehendak bisa berkehendak baik dan berkehendak buruk. maka berdasarkan penjelasan kaidah di sub-bagian sebelumnya, sifat Al-Irodah tidak merupakan nama Allaah Ta’ala. Maka Allah memiliki sifat Al Irodah tetapi tidak memiliki nama Al Muriid (Yang Berkehendak).

Contoh lainnya adalah sifat Al-Kalam. Sifat ini juga dapat menimbulkan persepsi/perkiraan. Maka dari kaidah ini Allaah tidak mempunyai nama Mutakallim.

Inilah yang dimaksudkan oleh Syaikh Utsaimin dengan “….Walaa taqdiiraan.” dan tidak mempunyai perkiraan.

4. Lafazh/sifat yang mengandung kesempurnaan secara muthlaq.

Ini sudah jelas dan banyak contohnya.

Seperti Al-‘Aliim (Maha Mengetahui), Al-Hayyu (Maha Hidup),dsb.

Untuk bagian ini akan dijelaskan di bagian selanjutnya.

Ringkasan Catatan Materi ‘Aqidah dari Kitab Al Qowa’idul Mutsla fii Shifatillaahi Ta’alaa Wa Asmaa-ihil Husna karangan Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala.

Bantul, 25 Syawal 1433 H

Yang membutuhkan rahmat Rabbnya

Rama Rizana

Dengan sedikit perubahan oleh editor

Tambahan referensi

1. http://dzikra.com/cara-memahami-sifat-allah/

2. http://muslimah.or.id/aqidah/kaidah-kaidah-penting-untuk-memahami-asma-dan-sifat-allah.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *