Skip to content

Mengenal Macam-macam Najis

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

“Dialah Allah yang telah menciptakan semua yang ada di bumi ini untuk kalian” (QS. Al Baqarah : 29)

Dari ayat di atas, para ulama mengambil sebuah kaidah yang sangat berharga, yaitu

الأصل الطهارة في كلّ شيء

“Hukum asal segala sesuatu adalah suci”

Maka hukum asal segala jenis materi, baik air, tanah, kain, dan bejana adalah suci hingga kita yakin bahwa benda-benda tersebut terkena najis. Adapun jika kita ragu, semisal kita menemukan gelas di atas meja dan kita tidak tahu apakah gelas tersebut terkena najis atau tidak, maka dikembalikan kepada hukum asalnya, yakni gelas tersebut suci.

Adapun jika mengklaim akan najisnya suatu benda, maka klaim tersebut membutuhkan dalil. Hal ini dikarenakan dia telah mengeluarkan benda tersebut dari hukum asalnya, yaitu suci. Oleh karena itulah, Allah dan Rasul-Nya menjelaskan berbagai hal yang suci di dunia ini dalam bentuk umum sedangkan untuk yang najis dengan cara rinci. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ

“Sesungguhnya Allah telah merinci untuk kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu” (QS. Al An’am : 119)

Oleh karena itulah, segala sesuatu yang ditegaskan oleh Allah dan Rasul-Nya bahwa hal itu adalah najis, maka hukumnya najis. Jika tidak ada penjelasan khusus di dalam syari’at bahwa benda tersebut termasuk najis, atau tidak bisa diqiyaskan dengan benda najis lainnya, maka kembali ke hukum asal, benda tersebut statusnya suci. Inilah kaidah yang hendaknya kita pahami terlebih dahulu.

Jika sudah memahami kaidah di atas, maka kita akan masuk ke dalam perincian hal-hal yang najis. Adapun macam-macam najis yang dijelaskan di dalam syari’at adalah :

  • Kencing dan kotoran manusia

Keduanya adalah najis dengan sepakat ulama.

  • Madzi

Madzi adalah cairan yang berwarna putih yang encer dan lengket yang keluar ketika mulai bangkitnya syahwat. Dalil najisnya madzi adalah hadits ‘Ali radhiyallahu ‘anhu dimana beliau mengatakan :

“Aku adalah laki-laki yang mudah keluar madzi. Dan aku malu untuk bertanya kepada Nabi karena istriku adalah putri beliau. Maka aku mengutus Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya kepada Nabi (tentang status madzi ini). Nabi pun menjawab :

يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ

“Hendaknya dia mencuci kemaluannya dan berwudhu.” (HR. Muslim)

Pendapat bahwa madzi adalah najis adalah pendapat mayoritas ulama.

*Faidah : Berdasarkan hadits di atas, terdapat perbedaan cara bersuci dari kencing dan madzi. Jika bersuci dari kencing, cukup membersihkan tempat keluarnya air kencing. Adapun bersuci dari madzi adalah dengan membersihkan kemaluannya (tidak hanya tempat keluarnya air kencing, ed).

  • Wadi

Wadi adalah air yang berwarna putih keruh yang kental yang biasanya keluar setelah buang air kecil atau beraktifitas berat. Wadi adalah najis dengan sepakat ulama.

  • Darah haid dan darah nifas

Dalil najisnya darah haid adalah hadits Asma binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma , beliau berkata :

“Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata : ‘Pakaian salah seorang dari kami terkena darah haid. Apa yang harus dia lakukan?’. Nabi menjawab :

تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ، وَتَنْضَحُهُ، وَتُصَلِّي فِيهِ

“Keriklah bajunya. Lalu peraslah dengan air. Lalu basuhlah. Setelah itu dia boleh sholat dengan baju tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan Imam An Nawawi rahimahullah menukil ijma’ (kesepakatan) ulama akan najisnya darah haid.

*Faidah : Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “keriklah” mengisyaratkan bahwa darah haid meskipun sedikit tetaplah teranggap najis dan tidak dimaafkan.

  • Seluruh tubuh babi

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ

“Katakanlah: “Tiadalah aku temukan dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya babi itu kotor” (QS. Al An’am : 145)

Pendapat bahwa seluruh badan babi adalah najis adalah pendapat Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan selain mereka rahimallahu al jamii’. Maka yang najis dari babi adalah seluruh badannya, bukan hanya dagingnya saja.

  • Kotoran hewan yang haram dimakan dagingnya

Dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang kolam yang didatangi oleh hewan buas dan hewan lainnya untuk minum di sana atau buang air disana, apakah airnya menjadi najis? Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :

إذا كان الماء قلتين لم يحمل الخبث

“Jika airnya berjumlah minimal 2 qullah, maka tidak najis” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasa’i. Status hadits ini diperselisihkan oleh para ulama, ed)

Maka dalam hadits tersebut ada persetujuan Nabi bahwa kencing dan sisa minum hewan buas (dimana hewan buas termasuk hewan yang haram dimakan) adalah termasuk dzat najis.

  • Air liur anjing

Dalil najisnya air liur anjing adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

“Sucinya bejana kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya 7 kali yang diawali dengan tanah” (HR. Muslim)

Maka untuk mensucikan bejana yang terjilat anjing adalah dengan mencucinya sebanyak 7 kali, salah satunya menggunakan air yang dicampur tanah. Pendapat bahwa air liur anjing itu najis adalah pendapat mayoritas ulama seperti Imam Asy Syafi’I, Imam Ahmad, dan lainnya.

  • Sisa air minum hewan buas yang dilarang untuk dimakan dagingnya

Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan ulama lainnya berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma sebelumnya yang terdapat di dalam 4 kitab Sunan. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku untuk kucing meski kucing memiliki taring. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ، إِنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ

“Sesungguhnya kucing itu tidak najis karena dia termasuk hewan yang sering berkeliling di sekitar kalian” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasa’i)

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menguatkan pendapat yang mengatakan sucinya sisa minum dari keledai dan baghol (peranakan kuda dengan keledai) karena keduanya termasuk ath thawwafiin dalam hadits di atas, yang beraktifitas di sekitar manusia. Dan inilah pendapat yang benar.

  • Bangkai

Dalil najisnya bangkai adalah sabda Nabi berikut :

إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ

“Jika kulit bangkai telah disamak, maka sudah suci” (HR. Muslim)

Maka, dari hadits ini kita dapat memahami bahwa jika belum disamak, maka  kulit bangkai tersebut adalah najis. Setelah kulitnya disamak, barulah kulit bangkai tersebut menjadi suci. Hadits ini adalah dalil najisnya bangkai. Pendapat najisnya bangkai adalah pendapat mayoritas ulama.

Akan tetapi, ada bangkai yang tidak najis, yakni mayat manusia, bangkai ikan, dan bangkai belalang.

Wallahu a’lam.

Yananto Sulaimansyah

Santri Ma’had Al ‘Ilmi 1431-1433

Muroja’ah : Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi

Referensi :

  1. Jam’ul Mahshul fii Syarhi Risaalati Ibni Sa’di fil Ushul karya Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan, cet. Daarul Muslim
  2. Matan Al Ghayah wat Taqrib fil Fiqhi Asy Syafi’I atau Matan Abi Syuja’ karya Al Qadhi Abu Syuja’ Ahmad bin Al Husain Al Ashfahani, cet. Daar Ibni Hazm. Tahqiq : Majid Al Hamawy
  3. Al Munakhkholah An Nuuniyyah karya Syaikh Murod Syukri, cet. Daarul Hasan

*Ketiganya adalah kitab panduan Ma’had Al ‘Ilmi dalam bidang ushul fiqih dan fiqih

*Tambahan faidah adalah faidah dari Ustadz Aris Munandar hafizhahullah di sela-sela pembahasan

*Jika najisnya suatu benda adalah ijma’ ulama, maka tidak disebut dalilnya agar tidak terlalu panjang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *