Pertanyaan
Apakah boleh mengganti hukuman dengan cara rajam bagi pezina diganti dengan cara membunuhnya dengan pedang atau dengan menembaknya?
Jawaban :
Segala puji hanya bagi Allah
Wajib hukumnya merajam seorang pezina muhson (yang telah menikah) yang mukallaf (yang telah dibebani dengan beban syariat) sampai ia mati, dalam rangka mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau telah menegaskan hal tersebut dengan perkataannya, perbuatannya, dan perintahnya.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah merajam Ma’idz, Juhniyyah, Ghomidiyyah, dan orang-orang yahudi. Hal tersebut terdapat di dalam hadits-hadits yang shahih yang datang dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para ulama dari kalangan sahabat Rodhiyallahu ‘anhum, para Tabi’in, dan orang-orang setelah mereka. Walaupun ada pendapat yang berbeda, tapi perbedaan tersebut tidak teranggap.
Diriwayatkan Oleh Bukhori dan Muslim dalam Kitab Shahih mereka, dari Abdullah bin ‘Abbas, dari ‘Umar bin Khattab, bahwasanya beliau berkata :
“Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad dengan membawa kebenaran dan Allah telah menurunkan kepadanya Kitab (Al Qur’an). Diantara yang Allah turunkan kepada Beliau adalah ayat tentang rajam. Kami pun membaca ayat tersebut, memahami ayat tersebut, dan menghafalkan ayat tersebut. Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan rajam dan kami pun masih melakukan rajam setelah beliau wafat. Aku takut, apabila manusia telah melalui zaman yang panjang akan ada yang berkata : ‘’Demi Allah! Kami tidak menemui adanya ayat tentang rajam di dalam Al Qur’an’’. Maka mereka telah sesat karena telah meninggalkan sebuah kewajiban yang telah Allah perintahkan. Hukuman rajam benar-benar berasal dari Al qur’an diberikan kepada siapa saja yang berzina sementara ia telah menikah, baik ia laki-laki, atau pun perempuan, selama terdapat bukti, tertangkap, atau ia mengaku”
Berdasarkan hal tersebut hukuman rajam tidak boleh diganti dengan cara membunuhnya dengan pedang atau dengan cara menembaknya karena dengan cara rajam lebih menakutkan, lebih menyeramkan, dan lebih mencegah dari perbuatan zina, yang dosa zina tersebut adalah dosa yang tingkatannya paling besar setelah dosa syirik dan membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh. Hukuman rajam tidak boleh diganti karena hukuman rajam bagi pezina muhson adalah termasuk urusan tauqiffiyah(harus berdasarkan wahyu) yang tidak boleh ada ijtihad dan pendapat di dalamnya. Seandainya membunuh dengan pedang atau dengan senjata api itu boleh bagi pezina muhson maka pasti Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukannya dan menjelaskannya kepada umatnya, dan pasti para sahabatnya rodhiallahu ‘anhum melakukannya setelah beliau wafat. Fatwa Lajnah Daimah (22/48-49)
Diterjemahkan oleh Muhammad Rezki Hr (santri Ma’had Ilmi angkatan 2010)
mohon ijin untuk mencopy atikel2nya
Silahkan…semoga bermanfaat…