Nikmatnya Sholat Malam (1)

Kebahagiaan memang menjadi idaman setiap insan. Bagi muslim, kebahagiaan akan sempurna jika dia mendapatkan kebahagiaan di dua alam sekaligus, dunia dan akhirat. Banyak faktor yang bisa menyebabkan seorang merasa bahagia. Pada umumnya, seorang manusia akan merasa bahagia ketika dia mendapatkan apa yang diinginkan oleh jiwanya. Seorang anak yang menginginkan kasih sayang orang tua, akan merasa bahagia ketika bersama dengan mereka. Penyandang sakit yang menginginkan kesehatan tubuhnya, akan merasa bahagia ketika mendapatkan kesembuhan. Dan begitu seterusnya, kebahagiaan seseorang pada umumnya sesuai dengan apa yang menjadi keinginan jiwanya.

Yang menjadi masalah, jika jiwa manusia adalah jiwa yang buruk, selalu menginginkan perkara-perkara yang buruk dan bertentangan dengan syariat, maka meski seolah-olah dia mendapatkan kebahagiaan dan terpenuhi keinginan jiwanya, namun hakikatnya dia tidak benar-benar merasa bahagia. Itu hanyalah kebahagiaan semu. Adapun kebahagiaan hakiki, hanya akan diperoleh ketika manusia mendapatkan sesuatu yang selaras dan sesuai dengan fitrah-nya.

Manusia adalah makhluk yang lemah dan selalu butuh pada orang lain, sehingga dia pasti akan bergantung kepada yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Jika manusia menggantungkan dan menyandarkan hajatnya itu kepada sesama makhluk, maka dia tidak akan mungkin mendapatkan ketenangan hakiki. Karena semua makhluk pasti memiliki kekurangan, dan semua mahkluk pasti binasa.

Akan tetapi, ketika manusia menyandarkan hajatnya kepada Dzat Yang Maha Hidup, Maha Kaya dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu, maka itulah sebab utama ketenteraman dan kebahagiaannya. Dengan demikian, secara fitrah, jiwa manusia pasti akan merasa tenang, tenteram dan bahagia ketika mengingat, mendekat dan meminta hanya kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar Ra’du : 28)

Sesungguhnya, semua jenis ibadah yang dituntunkan dalam Islam pasti akan membawa kabahagiaan bagi pelakunya. Karena dengan ibadah, seorang manusia akan merasa tenang dan tenteram yang kemudian akan menjadikannya merasa bahagia. Dan diantara ibadah yang berperan penting dalam mewujudkan kebahagiaan adalah ibadah shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

جعل قرة عيني في الصلاة

“Telah dijadikan penentram hatiku ada pada shalat.” (HR. An Nasai, dinilai shahih oleh Al Albani)

Dalam shalat, seorang hamba akan bisa lebih dekat kepada penciptanya. Dia akan bermunajat dan bersimpuh di hadapan-Nya, meminta, memohon, dan merendahkan diri dihadapan Dzat yang menguasai segala sesuatu. Maka tidak heran jika seorang mukmin yang shalat dengan khusyu, dan sadar bahwa dirinya sedang menghadap Rabb-nya, dia akan merasakan ketenangan. Terlebih lagi jika shalat itu dikerjakan di sepertiga malam terakhir, di keheningan dan kesunyian malam, tatkala Allah lebih mendekat kepada hamba, tatkala Allah turun kelangit dunia sebagaimana hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي، فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

Sesunguhnya Allah turun ke langit dunia setiap malam ketika tersisa sepertiga malam terakhir, kemudian Dia berfirman, ‘Siapa yang berdo’a kepada-Ku, akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, akan Aku berikan. Siapa yang meminta ampun kepada-Ku, akan Aku ampuni’ “ (Muttafaqun ‘alaihi)

Alangkah indahnya keadaan seorang hamba yang bangun ketika orang-orang terlelap di akhir malam, kemudian dia membersihkan dirinya, mempersiapkan diri untuk menghadap Dzat yang telah memberikan segala kenikmatan kepadanya, lalu dia shalat, mendekat kepada Dzat yang membolak-balikkan hati manusia. Alangkah bahagianya orang yang mendapatkan janji Allah yang di-ijabahi doanya, diberikan permintaannya, dan diampuni dosanya.

Kebahagiaan yang dia dapatkan ketika shalat di waktu malam, sungguh akan mempengaruhi kondisinya di waktu siang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ، فَارْقُدْ فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ، انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ وَإِلَّا أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ

“Setan membuat tiga simpul ikatan pada tengkuk salah seorang dari kalian, ketika dia tidur. Dia menutup setiap simpul itu (dengan perkataan) :’Tidurlah, malammu masih panjang’. Jika dia bangun lalu mengingat Allah, terlepaslah satu ikatan. Jika di berwudhu, terlepas satu ikatan yang lain. Dan jika dia shalat, terlepaslah satu ikatan (yang ketiga). Maka dia pun masuk pagi dalam keadaan penuh semangat, dan dengan jiwa yang baik. Jika tidak demikian, maka dia masuk pagi dengan jiwa yang buruk dan malas” (Muttafaq ‘alaih)

Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Jibrin juga telah memberikan banyak penjelasan berkenaan dengan ibadah sholat lail :

Dalil dari Al Qur’an

Allah subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

و من الليل فتهجد به نا فلة لك عسى أن يبعثك ربك مقاما محمودا

“Dan pada sebagian malam, shalat tahajudlah kamu dengannya sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji” (QS. Al Isra : 79)

Dan demikianlah, “Dan pada sebagian malam, shalat tahajudlah kamu dengannya…” yakni, bertahajudlah dengan Al Qur’an yang Allah turunkan kepadamu. Allah mengabarkan bahwa Dia menurunkan Al Qur’an sebagai obat dan rahmat bagi kaum mukminin. Dia juga mengabarkan bahwa orang-orang yang shalat diperintah untuk bertahajud dengan Al Qur’an ini. Sedangkan tahajud adalah shalat di waktu malam. Allah berfirman tentang sifat Ibadurrahman,

وعباد الرحمان الذين يمشون على الأرض هونا وإذا خاطبهم الجاهلون قالوا سلاما والذين يبيتون لربهم سجدا وقياما

Dan Ibadurrahman (hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang) itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri karena Rabb mereka” (QS. Al Furqon : 63-64)

Lalu Allah menyebutkan keutamaan mereka, dan balasan untuk mereka. Allah berfirman di akhir ayat-ayat tersebut :

أُولَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَامًا

Mereka itulah orang yang dibalas dengan tempat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka dsambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya (QS. Al Furqon : 75)

Inilah balasan untuk mereka, “disambut dengan penghormatan”. Mereka mendapatkan bangunan yang tinggi di dalam surga,

غرف من فوقها غرف مبنية تجري من تحتها الأنهار

“Tempat-tempat yang tinggi, diatasnya dibangun pula tempat-tempat yang tinggi yang dibawahnya mengalir sungai-sungai.”(QS. Az Zumar : 20)

Allah menjadikan bangunan atau ruangan itu sebagai tempat tinggal bagi Ibadurrahman. Dan Allah menjadikan diantara amal yang mereka lakukan adalah shalat. Yakni, bahwa mereka “melalui malam harinya dengan sujud dan berdiri karena Rabb mereka”. Demikian juga dalam ayat lain, mereka disifati dengan firman-Nya,

إن المتقين في جنات وعيون ( ) آخذين ما آتاهم ربهم إنهم كانوا قبل ذالك محسنين ( ) كانوا قليلا من الليل ما يهجعون ( ) وبالأسحار هم يستغفرون

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan  mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohon ampunan di waktu sahur (malam menjelang fajar)” (QS. Adz Dzariyat : 15-18)

Yakni, tidaklah mereka tidur kecuali sebentar saja. Lalu, apa yang mereka lakukan pada sisa malam yang lain?. Mereka shalat, bertahajud, rukuk, sujud, dan mereka merasakan kelezatan dengan shalat yang Allah cintai ini. Dan ketika mereka telah berada di akhir malam, mereka pun duduk memohon ampun kepada Rabb mereka. Mereka merasakan bahwa mereka belum melaksanakan apa yang seharusnya meeka lakukan. Seakan-akan mereka telah melakukan dosa di waktu malam, sehingga mereka menutupnya dengan istighfar (permohonan ampun). Sebagaimana mereka juga telah dipuji dengan hal tersebut dalam ayat yang lain, yaitu dalam firman-Nya,

الصابرين والصادقين والقانتين والمنفقين والمستغفرين بالأسحار

“(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur (waktu malam menjelang fajar).” (QS. Ali Imron : 17)

Demikian keadaan mereka, ketika malam mereka betahajud, dan di akhir malam mereka beristighfar. Dan ini tentu saja adalah pujian bagi orang-orang yang seperti mereka. Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

تتجافى جنوبهم عن المضاجع يدعون ربهم خوفا وطمعا ومما رزقناهم ينفقون ( ) فلا تعلم نفس ما أخفي لهم من قرة أعين جزاء بما كانوا يعملون

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan sebagian dari sebagian rezeki yang Kami berikan. Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang mata sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As Sajdah : 16-17)

Balasan untuk mereka atas amalan mereka adalah balasan yang sempurna ini. Tidak ada seorang pun yang tahu apa balasan untuk mereka di sisi Allah Ta’ala. Allah menyembunyikan balasan bagi mereka, sehingga mereka tidak mengetahuinya kecuali setelah menyaksikannya, berupa berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang mata sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.

Allah menyebutkan, “lambung mereka jauh dari tempat tidurnya.” Yakni, mereka tidak tenang di atas tempat tidur, membolak—balikkan badannya, kemudian mereka bangun untuk shalat. Tidur tidak bisa menenangkan mereka. Telah disebutkan dari banyak diantara mereka, setiap kali terbaring dan duduk diatas tempat tidurnya seperempat jam atau setengah jam, dia langsung bergegas bangun, bertakbir dan shalat. Kemudian jika dia merasa agak jenuh, dia kembali berbaring namun tidur tidak akan menjadikannya tenang. Sehingga dia pun kembali bangun dan shalat.

Demikianah “lambung mereka jauh dari tempat tidurnya.” Yakni, lambung itu merasa jemu dan tidak menginginkan tempat tidurnya, meski tempat tidurnya sangat empuk dan nyaman. Hal itu tidak lain karena mereka merasakan bahwa shalat yang mereka lakukan adalah sumber kelezatan mereka. Oleh karena itu, tidur tidak bisa menenangkan mereka.

Ditulis oleh :

Anan Nugroho, S.T.

Alumni Ma’had Al ‘Ilmi tahun ajaran 1433/1434

Artikel ini disusun untuk menyelesaikan tugas akhir Ma’had Al ‘Ilmi TA 1433/1434

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *