Pegang dan Gigitlah Sunnah Nabi! (2)

KEUTAMAAN MENGIKUTI SUNNAH

Pertama, bukti kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (31) قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

Katakanlah (Muhammad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali Imran : 31-32)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata berkenaan dengan tafsir ayat ini, “Ayat yang mulia ini sebagai hakim terhadap semua orang yang mengakui mencintai Allah, akan tetapi ia tidak berada di atas jalan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam; maka sesungguhnya ia pendusta dalam pengakuannya itu, hingga ia mengikuti syariat dan agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh perkataan dan keadaannya, sebagaimana terdapat dalam kitab Shahih, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersbabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dalam urusan (agama) kami, maka amal itu tertolak.” (HR Muslim) (Tafsir Ibn Katsir, 2/32, Asy Syamilah)

Kedua, bukti kecintaan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

Seseorang tidak menjadi orang beriman yang sempurna hingga ia mencintai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih daripada seluruh manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidaklah sempurna iman kalian sampai aku menjadi yang paling ia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia. (HR Bukhari dan Muslim)

Jika seseorang mencintai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih daripada seluruh manusia, maka ia akan mengikuti petunjuk beliau dan lebih mengutamakannya daripada petunjuk siapapun dari kalangan manusia.

Al Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Ketahuilah, bahwa seseorang yang mencintai sesuatu, ia akan mengutamakannya dan mengutamakan kecocokan dengannya. Jika tidak, maka ia tidak benar dalam kecintaannya, dan ia (hanya) orang yang mengaku-ngaku saja. Maka orang yang benar dalam kecintaannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah orang yang nampak darinya tanda-tanda tersebut. Pertama dari tanda-tanda tersebut adalah meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengamalkan sunnahnya (ajarannya), mengikuti perkataan dan perbuatannya, dan beradab dengan adab-adabnya, (baik) pada saat kesusahan maupun kemudahan, pada waktu senang maupun benci”

Ketiga, keselamatan dari perselisihan dan perpecahan

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat untuk berpegang dengan sunnnahnya dan sunnah khulafaur rasyidin sebagai solusi jika terjadi perselisihan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

 “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun (ia) seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya barangsiapa hidup setelahku, ia akan melihat perselisihan yang banyak; maka wajib kamu berpegang kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan. (HR Abu Dawud)

Keempat, solusi untuk meraih kemuliaan

Keadaan buruk yang menimpa umat Islam ini disebabkan jauhnya mereka dari agama Allah. Keadaan umat ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan kembali menuju agama ini. Solusi inilah yang diberikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana hadits dari Ibnu Umar, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ، وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ، وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ، وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ، سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Jika kamu berjual beli ‘inah (semacam riba), kamu memegangi ekor-ekor sapi (sibuk dengan ternak), kamu puas dengan tanaman, dan kamu meninggalkan jihad, (maka) Allah pasti akan menimpakan kehinaan kepada kamu, Dia tidak akan menghilangkan kehinaan itu sehingga kamu kembali menuju agama kamu.” (HR Abu Dawud)

Kelima, menjadi faktor yang memasukkan ke dalam surga

Menaati Rasul merupakan jalan ke surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى» ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى

“Seluruh umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah yang enggan?”Beliau menjawab, Siapa saja mentaatiku, ia masuk surga, dan siapa saja bermaksiat kepadaku, maka ia benar-benar enggan (masuk surga).” (HR Bukhari)

Demikian beberapa keutamaan mengikuti sunnah, yang tentunya masih banyak keutamaan lainnya yang belum disebutkan.

LARANGAN MENYELISIHI SUNNAH DAN AKIBAT MENYELISIHINYA

Menyelisihi sunnah Rasullulah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangatlah dilarang di dalam agama ini. Menyelisihi sunnah merupakan suatu perkara yang sangat berbahaya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah berhati-hati orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya dari tertimpa fitnah atau tertimpa adzab yang pedih.” (QS. An Nur : 63).

Ibnu Katsir mengatakan, “Hendaklah takut siapa saja yang menyelisihi syariat Rasul secara lahir maupun bathin untuk tertimpa fitnah dalam hatinya baik berupa kekafiran, kemunafikan, atau bid’ah, atau tertimpa adzab yang pedih di dunia dengan dihukum mati atau dihukum had atau dipenjara atau sejenisnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/319)

Allah juga berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian keraskan suara kalian di atas suara Nabi, dan jangan kalian bersuara keras terhadap Nabi sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian kepada sebagian yang lain supaya tidak gugur amal kalian sedangkan kalian tidak menyadarinya.” (QS. Al Hujurat: 2)

Ibnul Qayyim mengatakan, “Allah memperingatkan kaum mukminin dari gugurnya amal-amal mereka dengan sebab mereka mengeraskan suara kepada Rasul sebagaimana kerasnya suara mereka kepada sebagian yang lain. Padahal amalan ini bukan merupakan kemurtadan, bahkan sekedar maksiat, akan tetapi ia dapat menggugurkan amalan dan pelakunya tidak menyadari. Lalu bagaimana dengan yang mendahulukan ucapan, petunjuk, dan jalan seseorang di atas ucapan, petunjuk, dan jalan Nabi?! Bukankah yang demikian telah menggugurkan amalannya sedang dia tidak merasa?”

Dalam hadits Nabi menyebutkan,

فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

Barangsiapa yang membenci sunnahku,dia bukan dari golonganku.” (HR Muslim)

 

Dampak lain dari menyelisihi sunnah adalah tertolaknya amal atau ibadah yang dikerjakan, karena selain ikhlas karena Allah Ta’ala, mengikuti sunnah (ittiba’) juga merupakan syarat mutlak diterimanya amal atau ibadah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dalam urusan (agama) kami, maka amal itu tertolak” (HR Muslim).

Maka perhatikanlah setiap amal yang dilakukan, karena tidak ada satu kebaikanpun melainkan telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ditulis oleh :

Warto

Santri Ma’had Al ‘Ilmi tahun ajaran 1434/1435

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *