Bismillah…
Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, satu-satunya Rabb yang berhak untuk di ibadahi. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang selalu mengikuti merakahingga akhir nanti.
Puasa merupakan salah satu ibadah yang agung karena Allah telah mensyariatkan puasa kepada umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umat-umat sebelumnya sebagaimana firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
”Wahai orang –orang yang beriman telah diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa sebagaimana juga telah diwajibkan kepada umat –umat sebelum kalian” (QS. Al Baqarah : 183).
Banyak diantara kita menjalankan ibadah ini. Akan tetapi masih banyak hal yang diabaikan dalam manjalankan ibadah ini padahal hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi kualitas ibadah yang kita kerjakan. Berikut akan dijelaskan mengenai hal-hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melaksanakan puasa baik puasa wajib maupun puasa sunah.
Rukun Puasa
- Niat
Semua amal tergantung pada niatnya sebagaimana hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
”Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya seorang itu hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang diatkan” (HR. Bukhari dan Muslim)
Niat tempatnya dalam hati tidak perlu di lafalzdkan sebagaimana yang sering dilakukan oleh banyak kaum muslimin di zaman sekarang.
- Menahan diri dari hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari
Berdasarkan firman Allah,
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
”Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian bagi kamu dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.Allah mengetahui bahwasanya kamu tidah dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam,yaitu Fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu ber’itikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat Nya kepada manusia supaya mereka bertakwa” (QS. Al Baqarah : 187)
Syarat-syarat Puasa
Selain rukun puasa yang harus kita ketahui, hal lain yang perlu kita ketahui adalah hal-hal yang menjadi syarat –syarat puasa. Diantara syarat-syarat puasa yang harus kita ketahui diantaranya sebagai berikut:
- Islam
Maka tidak wajib dan tidak sah ibadah puasa yang dilakukan oleh orang-orang kafir, karena puasa adalah ibadah dan ibadah tidak akan sah jika dikerjakan oleh orang-orang kafir. Jika mereka masuk islam maka puasa yang dia tinggalkan selama dia dalam keadaan kafir tidak perlu di qodho.
- Baligh
Maka tidak wajib puasa atas orang yang belum baligh sampai dia mukallaf(baligh dan berakal –ed), sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ، عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَبْلُغَ
”Diangkatlah pena dari 3 orang, (salah satunya) dari anak kecil sampai ia baligh”(HR. Abu Dawud, Tirmidzi,dan lainnya)
Maka tidak akan sah puasa yang dilakukan oleh orang yang belum baligh sampai dia mumayyiz. Muhammad Al Khotib berkata, “Diperintahkan puasa bagi anak usia tujuh tahun ketika sudah mampu. Ketika usia sepuluh tahun tidak mampu puasa, maka ia boleh dipukul.” (Al Iqna’, 1/404).
- Akal
Maka tidak wajib puasa atas orang gila dan idiot sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
“Pena diangkat dari tiga orang: (1) orang yang tidur sampai ia terbangun, (2) anak kecil sampai ia ihtilam (keluar mani), (3) orang gila sampai ia berakal (sadar dari gilanya).” (HR. Abu Dawud, An Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
- Sehat
Barang siapa sedang dalam keadaan sakit tidak ada kewajiban untuk berpuasa. Akan tetapi jika mereka tetap menjalankan puasa, maka puasanya tetap sah sebagaimana firman Allah,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkanya itu pada hari-hari yang lain….” (QS Al Baqarah : 185).
Maka jika seseorang tidak berpuasa dikarenakan sakit atau sedang safar, diwajibkan atas mereka untuk mengqodo atau menggantinya di hari lain.
- Bermukim (tidak dalam keadaan safar)
Tidak wajib berpuasa atas orang yang sedang safar(bepergian jauh) sebagaimana firman Allah ,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
”….. dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkanya itu pada hari-hari yang lain….” (QS. Al Baqarah : 185).
Akan tetapi jika mereka tetap menjalankan puasa, maka puasanya tetap sah.
- Bersih dari haid dan nifas
Wanita haidh dan nifas tidak wajib kepadanya puasa, bahkan diharomkan untuk berpuasa. Akan tetapi harus diganti atau mengqodonya di hari lain.
Pembatal Puasa
Tidak hanya rukun dan syarat yang penting untuk diperhatikan akan tetapi kita juga harus mengetahui hal-hal yang menjadikan puasa kita batal. Diantara pembatal- pembatal puasa adalah sebagai berikut, diantaranya
- Makan atau minum secara sengaja sebagaimana Firman Allah,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
”… makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam,yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai(datang) malam…”(QS. Al Baqarah: 187)
Maka dari ayat tersebut kita ketahui bersama bahwa ketika kita berpuasa, dilarang untuk makan dan minum setelah terbitnya fajar sampai malam tiba. Adapun jika makan dan minum dengan tidak sengaja maka puasanya tetap sah.
Makan dan minum dengan sengaja juga mencakup semua hal yang masuk ke lambung yang menggantikan peran makanan meskipun tidak melalui mulut.
- Jima’ (Hubungan suami istri)
Maka batal puasa dari orang yang melakukan jima’. Dan barangsiapa ber-jima’ dan dia dalam keadaan puasa maka batallah puasanya. Pelakunya harus taubat dan istighfar,menqodo puasanya dihari lain,dan dia juga harus membayar kafarat berupa membebaskan budak. Jika tidak menemukan budak, maka kafarahnya berpuasa 2 bulan hijriyah. Jika tidak mampu, maka memberi makan 60 orang miskin.
Berdasarkan hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,”Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
مَا لَكَ؟
“Apa yang terjadi padamu?”
Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا؟
“Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?”
Pria tadi menjawab, “Tidak”.
Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi,
فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ
“Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?”
Pria tadi menjawab, “Tidak”.
Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi,
فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا
“Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?”
Pria tadi juga menjawab, “Tidak”.
Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَيْنَ السَّائِلُ؟
“Di mana orang yang bertanya tadi?”
Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.”
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
خُذْهَا، فَتَصَدَّقْ بِهِ
“Ambillah dan bersedekahlah dengannya.”
Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ
“Berilah makanan tersebut pada keluargamu.”
- Muntah dengan sengaja
Orang yang muntah dengan sengaja batal puasanya sebagaimana hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
مَنْ ذَرَعَهُ القَيْءُ، فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ، وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ
” Barangsiapa yang tidak sengaja muntah sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qodho’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qodho’.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan lainnya. Dinilai shahih oleh Al Albani)
- Keluarnya darah haid dan nifas
Wanita yang mengalami haid dan nifas maka batallah puasanya dan wajib kepadanya mengganti di hari lain setelah puasanya selesai sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ
“Bukankah ketika wanita sedang haid dia tidak boleh shalat dan puasa?” (HR. Bukhari)
- Berniat membatalkan puasa
Jika seseorang berniat membatalkan puasa sedangkan ia dalam keadaan berpuasa, dan telah bertekad bulat dengan sengaja untuk membatalkan puasa dan dalam keadaan ingat sedang berpuasa, maka puasanya batal, walaupun ketika itu ia tidak makan dan minum. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Setiap orang hanyalah mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Murtad
Allah berfirman,
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya (islam), lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al Baqarah : 217)
Ibnu Qudamah mengatakan,
“Kami tidak mengetahui adanya perselisihan di kalangan ulama bahwa orang yang murtad dari agama islam ketika sedang puasa maka puasanya batal, dan dia wajib mengqadha pusanya di hari itu, jika dia kembali masuk islam. Baik masuk islam di hari murtadnya atau di hari yang lain…” (AlMughni, 3/133)
Mudah mudahan dengan mengetahui beberapa hal penting yang berkaitan dengan puasa menjadikan kita lebih berhati hati dalam bertindak dan selalu berusaha untuk menjaganya, sehingga apa yang kita kerjakan tidak akan sia-sia.
Ditulis oleh :
Ikhsan Budi Utomo
Santri Ma’had Al ‘Ilmi tahun ajaran 1434/1435