Sunnah-sunnah dan Adab Berpuasa

Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallim

 

Sebagaimana kita ketahui bahwasahnya puasa adalah suatu amalan yang sangat agung karena memiliki banyak sekali keutamaan.

Salah satu keutamaan puasa adalah dengan puasa itu bisa menjadi tameng dari siksa di neraka, sebagaimana dalam hadits

إِنَّمَا الصِّيَامُ جُنَّةٌ، يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ، هُوَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Puasa adalah tameng yang dapat melindungi seorang hamba dari api nereka, Puasa adalah untuk-Ku (Allah) dan Aku sendiri yang akan membalasnya” (HR. Ahmad no 15264, Syu’aib Al Arnauth mengatakan : ‘Hadits shahih dengan berbagai jalan dan penguatnya, dan sanad jalur ini hasan)

 Dan tentu saja dalam puasa ini juga ada sunnah-sunnah puasa yang dengan itu seorang hamba bisa menambah pahala dengan melakukan sunnah-sunnah yang ada dalam puasa tersebut.

Berikut ini diantara sunnah-sunnah puasa :

1. Sahur

Makan sahur merupakan sunnah puasa berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً

Makan sahurlah, karena dalam sahur itu terdapat barokah” (HR. Bukhari 1923 dan Muslim 1095)

 Imam Nawawi berkata, “Dalam hadits itu ada penjelasan tentang motivasi untuk makan sahur. Para ulama sekapat bahwa sahur adalah sunnah dan bukan wajib. Adapun mengenai berkah yang ada dalam sahur sangatlah jelas, karena dengan sahur dapat menambah kekuatan saat puasa” (Syarah Shahih Muslim, 7/206)

Untuk itu sudah sepantasnya seorang muslim sebelum puasa menyempatkan waktunya untuk makan sahur sekalipun hanya dengan seteguk air putih, karena dalam sahur itu terdapat berkah sebagaimana jelas dalam hadits di atas.

Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda

تسحروا، ولو بجرعة ماء

Makan sahurlah, walaupun hanya dengan seteguk air” (HR. Ibnu Hibban. Dikomentari oleh Syu’aib Al Arnauth bahwa hadits ini hasan dan memiliki penguat dari riwayat Ahmad 12/3 dan Abu Ya’la 3340)

 Hanya saja jika dalam sahurnya dia menyantap kurma, maka itu lebih afdhol, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَ سَحُورُ الْمُؤْمِنِ التَّمْرُ

Sebaik-baik makanan sahur seorang Mukmin adalah kurma” (HR. Abu Dawud 2345, Ibnu Hibban 3475. Syu’aib Al Arnauth dalam ta’liq-nya mengatakan isnad-nya shahih, rijal-nya tsiqoh dan termasuk rijal syaikhan. Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani)

 Selain itu Rasulullah juga pernah bersabda,

 فَصْل مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْل الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ

Perbedaan antara puasa kita dengan puasa Ahlul Kitab adalah makan sahur” (HR Muslim)

 2. Mengakhirkan Sahur

Selain disunnahkan untuk sahur, disunnahkan juga mengakhirkan makan sahur, sebagaimana dalam hadits dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu berikut

 أَنَّهُمْ تَسَحَّرُوا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامُوا إِلَى الصَّلاَةِ، قُلْتُ: كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِينَ أَوْ سِتِّينَ

Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya kepada Zaid, ‘Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?’ Zaid menjawab, ‘Sekitar membaca 50 ayat”. Dalam riwayat Bukhari ada tambahan “atau enam puluh ayat” (HR Bukhari 575 dan Muslim 1097)

 Ibnu Baththal mengatakan, “Al Muhallab berkata : Hal ini menunjukkan akan sunnahnya mengakhirkan sahur untuk menambah kekuatan ketika sahur (Syarah Shahih Bukhari lil Baththal, 4/44)

3. Menyegerakan berbuka

Hal ini sebagaimana dalam hadits Sahal bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 لاَ يَزَال النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka” (HR. Bukhari 1957 dan Muslim 1098)

 Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Abu Aufa radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan sementara beliau sedang berpuasa. Ketika matahari terbenam, beliau berkata kepada sebagian orang,

 يَا فُلاَنُ قُمْ فَاجْدَحْ لَنَا

“Wahai Fulan, berdirilah dan hidangkanlah makanan untuk kami”

 Orang itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, kalau sekiranya sedikit lebih sore lagi”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

 انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا

“Turun dan hidangkanlah makanan untuk kami” (tiga kali)

 Maka diapun turun dan menghidangkan makanan untuk mereka. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minum kemudian berkata,

إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ قَدْ أَقْبَلَ مِنْ هَا هُنَا، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ

‘Jika kalian telah melihat malam datang dari arah sana, maka sudah waktunya berbuka bagi orang yang berpuasa’.” (HR. Bukhari 1955 dan Muslim 1101)

 Begitulah sunnah Nabi yaitu ketika seseorang sudah memastikan bahwa matahari telah tenggelam, hendaknya dia sesegera mungkin untuk berbuka. Bahkan Rasulullah sampai mengatakan kepada orang-orang yang menyegerakan berbuka dengan tetapnya kebaikan pada diri mereka.

4. Hendaknya berbuka dengan Ruthob (kurma basah) atau kurma kering

Sunnah ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ، فَعَلَى تَمَرَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan beberapa butir kurma basah (ruthob) sebelum mengerjakan sholat. Jika tidak ada ruthob, beliau berbuka dengan kurma kering. Jika tidak ada juga, beliau meminum beberapa teguk air.” (HR. Ahmad, Syu’aib Al Arnauth mengomentari bahwa bahwa isnad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim, Diriwayatkan pula oleh Abu Dawud 2356, Tirmidzi 696 dan berkata hadits hasan ghorib. Syaikh Albani menilai hasan)

Dari hadits di atas, maka disunnahkan ketika berbuka dengan ruthob, kalau tidak ada baru dengan kurma, kalau tidak ada baru dengan beberapa teguk air. “Beberapa teguk air” yang dimaksud yaitu (minimal) tiga kali tegukan (‘Aunul Ma’bud, 6/

Sunnah ini juga sebagaimana dalam hadits yaitu mendahulukan kurma daripada air, sekalipun air itu adalah air zam-zam. Karena mengatakan bahwa sunnah mendahulukan air zam-zam daripada kurma berarti telah menyelisihi sunnah dan tidak ittiba’. Selain itu karena Rasulullah juga pernah berpuasa pada hari Fathul Makkah selama beberapa hari dan tidak ternukil bahwa beliau menyelisihi adatnya yaitu mendahulukan kurma. Kalau seandainya mendahulukan air zam-zam adalah sunnah, maka hal itu sudah pasti akan ternukil kepada kita (Tuhfatul Ahwadzi, 3/312)

Selain itu Ibnul Qoyyim memberikan sebuah hikmah dibalik sunnah mendahulukan kurma ini, yaitu kurma dan air memiliki khasiat yang berpengaruh dalam memperbaiki hati yang hanya diketahui oleh para dokter hati. (Zad al-Ma’ad, 2/50-51)

5. Berdoa sebelum berbuka puasa

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka, beliau membaca

ذَهَبَ الظَّمَأُ، وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Telah hilang dahaga, telah basah urat-urat, dan diraih pahala yang ditetapkan, insya Allah” (HR. Abu Dawud 2357. Dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani)

 Itu tadi doa yang shahih dari Nabi, adapun doa yang sering kita dengar di sekita kita, yaitu doa

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rizki-Mu aku berbuka”

Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud no 2358, dan hadits ini adalah hadits yang dho’if dan telah dinyatakan dho’if oleh Syaikh Al Albani. Sehingga mencukupkan dengan doa yang pertama itu lebih baik, Wallahu a’lam

6. Berderma dan banyak membaca Al Qur’an

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orangyang paling dermawan dengan kebaikan, dan lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan, ketika Jibril ‘alaihis salam menemuinya. Jibril datang datang menemuinya pada setiap malam di bulan Ramadhan hingga berakhir, lalu Rasulullah membacakan Al Qur’an padanya. Apabila Jibril menemuinya, beliau adalah orang yang paling dermawan dibandingkan angin yang berhembus.” (HR. Bukhari dan Muslim)

7. Memberi makan orang yang berbuka

Dari Zaid bin Kholid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun juga” (HR. Tirmidzi 807, beliau mengatakan hadits hasan shahih, Syaikh Al Albani menilai sebagai hadits yang shahih)

 8. Tidak berkata kotor, dusta, sia-sia, ghibah, namimah, atau maksiat secara umum

Ia wajib menjaga lisannya dari perkataan yang sia-sia, perkataan yang tidak berguna, dusta, ghibah, namimah, perkataan keji, perkataan kasar, pertengkaran dan perbantahan, serta menjaga seluruh tubuhnya dari semua syahwat dan perkara yang diharamkan. (Terjemahan Shahih Fiqih Sunnah, 3/135, Al Mausu’ah al-Fiqhiyyah, 28/29)

Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya, maka Allah tidak butuh dengan puasa orang yang sekedar meninggalkam makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)

9. Jika dicaci, maka dia mengatakan “Sesungguhnya aku sedang berpuasa

وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

Jika sedang berpuasa, maka janganlah salah seorang dari kalian berkata keji, berteriak-teriak, jika ada seseorang yang mencela atau mengajak bertengkar, maka katakanlah ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’.” (HR. Bukhari 1904, dan Muslim 1151)

Dianjurkan pula untuk mengeraskannya, baik puasanya adalah puasa wajib maupun puasa sunnah, menurut pendapat yang terpilih (Terjemahan Shahih Fiqih Sunnah, 3/136, ini pendapat yang dipilih Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Al Ikhtiyarat hlm 108)

Demikian tadi sebagian adab dan sunnah ketika puasa. Semoga bermanfaat.

 

Ditulis oleh :

Mohammad Noor Ridho Aji

Santri Ma’had Al ‘Ilmi tahun ajaran 1434/1435

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *